Sabtu, 19 November 2011

Sifat Koligatif Larutan



Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai perubahan sifat larutan, baik yang ditimbulkan oleh jenis dan kepekatan zat terlarut, jumlah partikel zat terlarut atau daya hantarnya. Yang termasuk dalam sifat koligatif larutan adalah penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis. Agar dapat mempelajari dan memahami sifat kologatif larutan yang baik, perlu dipelajari kembali konsep-konsep tentang larutan. Larutan merupakan campuran yang homogen yang terdiri dari 2 komponen atau lebih, sehingga tiap bagiannya mempunyai perbandingan yang tetap antara zat terlarut dan pelarut. Jenis zat terlarut dan jumlah partikel zat terlarut akan menentukan sifat larutan tersebut. Sifat larutan yang ditentukan oleh jenis zat terlarut dan jumlah partikel zat terlarutnya disebut sifat non-koligatif larutan. Sedangkan sifat larutan yang hanya ditentukan oleh jumlah partikel zat terlarutnya disebut sifat koligatif larutan. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang bergantung pada jumlah partikel zat terlarut, dan bukan pada jenis zat terlarutnya.

Berbagai cara dapat digunakan untuk menyatakan komposisi larutan diantaranya adalah:
1.      Molaritas
Definisi dari molar atau kemolaran menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan. Oleh karena itu satuan kemolaran (M) adalah mol L-1 atau Molaritas. Misalnya: larutan 0,4 M CuSO4 artinya dalam 1 liter larutan tersebut terdapat 0,4 mol CuSO4. Dari definisi diatas, maka rumus dari molaritas adalah:

dengan:
           M = Molaritas
            g  = massa zat terlarut (gram)
               Mr = massa molekul relatif zat terlarut.
               V  = volume larutan (mL)
Kemolaran ( M ) untuk menghitung tekanan osmosis.



2.      Molalitas
Kemolalan atau molalitas merupakan pernyataan konsentrasi larutan yang menyatakan banyaknya jumlah mol zat terlarut dalam 1.000 gram (1kg) pelarut. Oleh karena itu satuan kemolalan (m) adalah mol kg-1 atau molalitas. Misalnya: larutan 0,2 m ZnCl2 artinya dalam 1 kg air terlarut tersebut terdapat 0,2 mol ZnCl2. Dari definisi diatas, maka rumus dari molaritas adalah:

Dengan:
         a   = massa zat terlarut (gram)
         m  = kemolalan larutan (m)
         p   = massa perlarut (gram)
         Mr = massa molekul relatif zat terlarut.
Kemolalan ( m ) untuk perhitungan kenaikan titik didih dan penurunan titik beku.
 
3.      Fraksi Mol
Fraksi mol menyatakan banyaknya konsentrasi suatu larutan yang menyatakan perbandingan jumlah mol zat yang ditentukan fraksi molnya disbanding dengan mol total. Dengan demikian ada dua jenis fraksi mol yaitu, fraksi mol zat terlarut dan fraksi zat pelarut. Jika mol pelarut adalah nA, maka mol terlarut adalah nB, maka fraksi mol pelarut (XA) dan fraksi mol zat terlarut (XB) adalah :
Jumlah fraksi mol pelarut dengan zat terlarut (fraksi mol total) adalah 1.
XA  +  XB  = 1
Fraksi mol ( X ) untuk perhitungan tekanan uap


Sifat Koligatif Larutan
Kata koligatif berasal dari bahasa latin colligare yang berarti berkumpul bersama. Jadi, sifat koligatif larutan merupakan sifat-sifat larutan yang hanya bergantung pada pengaruh kebersamaan atau banyaknya partikel dan tidak bergantung pada sifat, jenis dan keadaan partikel. Sifat koligatif larutan hanya berlaku apabila larutan bersifat encer dan zat terlarutnya tidak mudah menguap sesuai dengan Hukum Raoult. Keenceran larutan penting agar jarak antar-partikel tidak terlalu dekat sehingga partikel dapat bergerak bebas. Sedangkan zat terlarut yang tidak mudah menguap dimaksudkan agar partikel zat terlarut tidak pergi ke fase gas dan mempengaruhi tekanan uap larutan.
Berdasarkan kelarutannya, zat terlarut dapat berupa zat yang bersifat elektrolit atau nonelektrolit. Hal ini dikarenakan kemampuan eletrolit untuk terionisasi membentuk ion-ion di dalam  larutan, menyebabkan jumlah partikel zat terlarut menjadi besar. Zat bersifat elektrolit adalah zat-zat yang apabila dilarutkan dalam pelarut akan terurai menjadi ion-ionnya, misalnya NaCl akan terurai menjadi Na+ dan Cl- bila dilarutkan dalam air. Sedangkan zat yang bersifat non elektrolit adalah zat-zat yang apabila dilarutkan dalam pelarut tidak akan terurai menjadi ion-ionnya, misalnya larutan gula. Hal ini berarti bahwa sifat koligatif larutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat koligatif larutan elektrolit dan nonelektrolit. Untuk harga konsentrasi yang sama, sifat koligatif larutan elektrolit akan berbeda dengan sifat koligatif larutan non-elektrolit. Contoh; membandingkan jumlah partikel dan sifat koligatif larutan non-elektrolit gula dan elektrolit garam.untuk konsentrasi yang sama, jumlah partikel dalam larutan NaCl adalah dua kali lipat jumlah partikel dalam larutan non-elektrolit gula. Pengukuran menunjukkan bahwa ΔTf larutan NaCl tersebut juga hampir dua kali lipat ΔTf larutan gula. Secara umum untuk konsentrasi yang sama, larutan elektrolit memiliki sifat koligatif larutan yang lebih besar dibandingkan larutan non-elektrolit.

Menghitung nilai sifat-sifat koligatif larutan elektrolit
Persamaan sebelumnya untuk larutan non-elektrolit dapat digunakan dengan menambahkan faktor i ( faktor Van’t Hoff ).
                     i = efek koligatif larutan elektrolit
                        efek koligatif larutan non-elektrolit

Hubungan faktor Van’t Hoff ( i ) dan derajat ionisasi ( α )
Menyatakan secara kuantitatif kuat lemahnya elektrolit, dan dirumuskan sebagai:
        i = 1 + ( V – 1 ) α

Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sifat koligatif larutan nonelektrolit yang meliputi: 

  1. Penurunan Tekanan Uap Jenuh (ΔP)
               Menguap merupakan kondisi ketika molekul-molekul zat cair melepaskan diri dari permukaan cairnya dan membentuk fasa gas atau uap. Sedangkan tekanan uap jenuh adalah ukuran kecenderungan molekul-molekul cairan untuk lolos menguap. Tekanan uap jenuh zat cair murni tergantung pada kemampuan molekul zat cair meninggalkan permukaan cairan.
Jika dalam suatu ruangan tertutup dimasukkan pelarut, pada suhu tertentu sebagian molekul pelarut tersebut akan menguap dan memenuhi ruangan. Molekul uap yang dihasilkan menimbulkan tekanan dalam ruangan tersebut. Molekul-molekul cairan dalam fasa uap tadi, tidak selamanya tinggal sebagi fasa uap, melainkan sebagian akan kembali ke fasa cair, sampai tercapai keadaan laju perubahan menjadi gas sama dengan laju perubahan menjadi cair. Pada saat itu terjadi kesetimbangan dinamis, dan tekanan uapnya dinamakan tekanan uap jenuh, yang dinotasikan dengan P˚. Jika kedalam pelarut tersebut dimasukkan suatu zat terlarut yang sukar menguap hingga terbentuk larutan kemudian dibiarkan mencapai kesetimbangan pada suhu yang sama dengan suhu jenuh (kesetimbangan) pelarut murni, tekanan yang ditimbulkan oleh uap jenuh pelarut dan larutan tersebut disebut tekanan uap jenuh larutan dan diberi notasi P. Bagaimanakah suatu zat terlarut yang tidak mudah menguap dapat menurunkan tekanan uap jenuh pelarutnya? Perhatikan gambar berikut!
              (a). Tekanan uap jenuh pelarut murni (b). Tekanan uap jenuh larutan
Gambar : Tekanan uap jenuh pelarut murni dan tekanan uap jenuh larutan
Keterangan:
                     ○ = partikel pelarut
                     ● = pertikel zat terlarut
                      -->   = arah pergerakan partikel
                             
Dalam larutan, zat terlarut mengurangi luas permukaan yang ditempati oleh molekul-molekul pelarut dan sebagai zat terlarut berada di dekat permukaan larutan. Karena zat terlarut bersifat tidak menguap, zat terlarut ini tetap berada di dalam larutan dan menghalangi gerak molekul pelarut. Akibatnya sebagian molekul pelarut yang seharusnya menguap tidak dapat menguap menjadi berkurang sehingga menyebabkan penurunan tekanan uap larutan.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa penurunan tekanan uap jenuh larutan (ΔP) merupakan selisih antara tekanan uap pelarut murni dengan tekanan uap jenuh larutan.

ΔP = P˚ - P
Dengan, ΔP = penurunan tekanan uap
             P = tekanan uap jenuh larutan
                                     P° = tekanan uap pelarut murni
Sedangkan untuk harga tekanan uap elektrolit ;

ΔP = i . ( P˚ - P )

Dalam kaitannya dengan komposisi larutan, pada tahun 1887 Raoult mendefinisikan hubungan antara tekanan uap suatu larutan dengan tekanan uap pelarut murninya. Bunyi hokum Raoult yaitu: “ Perbedaan tekanan uap suatu pelarut murni dengan tekanan uap larutan tergantung pada fraksi mol pelarutnya”
                                            
 ari pernyataan tersebut, menurut Raoult besarnya penurunana tekanan uap jenuh dirumuskan sebagai berikut:


∆P = X.P°
Karena jumlah fraksi mol sekuruh zat dalam suatu larutan adalah 1 (XA + XB = 1), maka    XA=1- XB, bila disubstitusikan pada persamaan di atas:
            ΔP       = P˚ - P
            P˚ - P   = (1-XB) P˚
            P˚ - P   = P˚ - P˚ . XA
                ∆P       = XB.P°
               
Sehingga rumus penurunan tekanan uap jenuh larutan terhadap pelarut murninya adalah:


∆P  = XB.P°

Dengan, ΔP = penurunan tekanan uap jenuh
                                    P = tekanan uap jenuh pelarut
XA   = fraksi mol zat pelarut
XB  = fraksi mol zat terlarut
                                     P° = tekanan uap jenuh pelarut murni
Dari rumusan penurunan tekanan uap di atas, nilai Mr pelarut dan zat terlarut dalam larutan dapat ditentukan sebagai berikut:

Keterangan :    gA = massa zat  pelarut
                        gB =  massa zat terlarut
                        nA = jumlah mol pelarut
                        nB = jumlah mol terlarut
XB  = fraksi mol zat terlarut
MrA = massa molekul relatif pelarut
MrB = massa molekul relatif terlarut
Jika pada suhu yang sama misalnya t tertarik garis lurus ke atas, tekanan pelarut murni selalu berada di atas (lebih besar dari pada tekanan uap larutan).
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengamati kejadian penurunan tekanan uap, misalnya; etilena glikol dalam air radiator mencegah penguapan air radiator di musim panas dan pembekuan pada saat musim dingin.

  1. Penurunan Titik Beku (ΔTf)
               Suatu larutan akan membeku pada suhu yang lebih rendah disbanding dengan titik beku air. Untuk mempelajari hal ini lebih lanjut perlu dipahami tentang titik beku. Yang dimaksud dengan titik beku adakah suhu pada saat fasa zat cair dan fasa padatnya berada bersama-sama (dalam kesetimbangan).
               Titik beku normal suatu zat cair yaitu titik beku pada tekanan 760 mmHg atau 1 atm. Misalnya air murni membeku pada suhu tetap, yaitu 0 ˚C pada tekanan 1 atm. Penurunan titik beku sebanding dengan besarnya konsentrasi zat terlarut makin besar maka besar maka penurunan titik beku juga semakin besar. Jadi, dengan adanya zat terlarut dalam air maka titik beku air menjadi lebih kecil dari 0˚ C pada tekanan 1 atm.
               Bila kita memperhatikan pembuatan es putar, untuk memperoleh suhu yang lebih rendah dan 0 ˚C maka adonan es putar ditempatkan dalam bejana yang terendam dalam es batu dan air yang telah diberi garam dapur, sambil diputar dan diaduk maka adonan es putar dalam bejana akan membeku, dimana titik beku adonan es putar tersebut beberapa derajat di bawah titik beku air murni. Hal ini terjadi karena terjadi proses perpindah kalor dari adonan es putar ke dalam campuran es batu, air dan garam dapur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dan gambar berikut:

Gambar perubahan air murni es batu dan proses pembekuan es putar
Keterangan:
○  = partikel pelarut murni
● = partikel zat terlarut

Jika air murni dalam suatu wadah direndam dalam es batu dan air yang telah diberi garam air murni tersebut akan membeku pada suhu tertentu (normalnya 0 C yang diukur pada tekanan 1 atm). Sedangkan pada suhu yang sama, adonan es belum membeku secara sempurna atau bahkan belum membeku. Adanya bahan-bahan atau zat terlarut yang ditambahkan dalam adonan es putar tersebut menghalangi gerak molekul pelarut murni untuk membeku secara normal, sehingga titik beku larutan turun (terjadi penurunan titik beku), akibatnya diperlukan suhu yang lebih rendah untuk membekukannya.
Dengan demikian, jelaslah larutan akan membeku pada suhu  yang lebih rendah dibanding dengan titik beku air. Selisih antara titik beku pelarut murni dengan titik beku larutan disebut penurunan titik beku larutan yang dilambangkan dengan ΔTf.
          ΔTf = Tºf – Tf
Keterangan: 
ΔTf = penurunan titik beku
f = titik beku larutan
Tf = titik beku pelarut
Titik beku tidak tergantung pada jenis zat terlarut, tetapi hanya bergantung pada konsentrasi atau jumlah partikel zat terlarut dalam larutan. jadi, semakin besar konsentrasi larutan maka penurunan titik bekunya akan semakin besar. Secara matematis dapat ditulis:   
                 




Dengan, ΔTf = penurunan titik beku
               Kf   = tetapan penurunan titik beku molal
               m    = kemolalan larutan
               g     = massa terlarut dalam gram
               p     = massa pelarut dalam gram
               Mr  = massa molekul relatif zat terlarut

Dimana, Kf sama dengan konstanta penurunan titik beku molal, yaitu nilai penurunan titik beku larutan sebanyak 1 mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut (Kf). Harga Kf tergantung pada sifat-sifat zat cair yang digunakan sebagai pelarut, jadi harga Kf untuk setiap pelarut berbeda-beda.
Contoh;
Larutan 0,05 mol suatu elektrolit biner dalam 100 gram air ( Kf = 1,86 ) membeku pada suhu  – 1,55 ºC. hitunglah derajat ionisasi elektrolit tersebut !
Jawab :
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengamati proses terjadinya titik beku misalnya : 
§    Pembuatan es putar /es krim sendiri


§    Pada saat musim dingin, garam ( NaCl/CaCl2 ) ditabur untuk mencegah pembentukan es sehingga jalan menjadi tidak licin

§    Pada kejadian es lemon, akan lebih mudah cepat membeku dibanding jeruk karena kandungan gulanya lebih rendah

§    Pada proses pembekuan air laut ( larutan garam ), pelarut air akan membeku terlebih dahulu di permukaan membentuk gunung es. Air laut di bawah gunung es akan menjadi lebih pekat, dan titik bekunya akan menurun. Untuk proses pembekuan larutan secara umum, pembekuan seperti air laut di atas dapat berlanjut di mana kristal-kristal es terperangkap di dalamnya.larutan pekat ini akhirnya akan membeku, dan terbenutklah suatu es berkabut yang mudah pecah.

  1. Kenaikan Titik Didih (ΔTb)
               Suatu zat cair dikatakan mendidih jika tekanan uap jenuhnya sama denagn tekanan udara luar (diatas permukaan zat cair). Jadi, titik didih adlah temperatur tetap pada saat zat cair mendidih. Titik didih normal dari suatu zat cair ialah suhu dimana tekanan uap jenuhnya sama dengan 1 atm. Misalnya titik didih air = 1000 C, artinya pada tekanan 1 atm air mendidih pada suhu 1000 C. apabila zat cair mendidih, maka timbulnya gelembung-gelembung udara yang terbentuk secara terus-menerus diberbagai bagian dalam zat cair itu dapat diamati.
               Dari percobaan, bila volume tertentu air dipanaskan pada tekanan 1 atm, maka air akan mendidih pada suhu 1000 C. suhu itu tidak berubah walaupun air tetap dipanaskan, karena kalor yang diperoleh dari pemanasan digunakan untuk merubah fase air daricair menjadi uap air. Dengan adanya zat-zat terlarut dalam suatu zat cair, misalnya gula, urea, maka titik didihnya akan naik. Kenaikan titik didih sebanding dengan besarnya konsentrasi. Semakin besar konsentrasi zat terlarut, maka kenaikan titik didih juga semakin besar, dan sebaliknya.
               Tekanan uap jenuh larutan yang terbentuk akan lebih rendah dari pada tekanan uap jenuh pelarut murninya (air). Agar larutan yang baru ini dapat mendidih kembali diperlukan tambahan kalor untuk membuat tekanan uap jenuhnya menyamai tekanan udara luar. Dengan demikian, larutan akan mendidih pada suhu yang lebih tinggi dari pelarut murninya. Selisih antara titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni itu disebut kenaikan titik didih larutan (ΔTb).
ΔTb = titik didih larutan – titik didih pelarut
ΔTb  = Tºb – Tb
Keterangan:
               ΔTb = kenaikan titik didih
               Tºb   = titik didih larutan
               Tb   = titik didih pelarut
               Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa adanya zat terlarut akan mengakibatkan kenaikan titik didih larutannya. Kenaikan titik didih larutan dirumuskan oleh Raoult sebagai berikut :
      Untuk harga larutan elektrolitnya adalah ΔTb = i .Kb . m
Dengan, ΔTb = kenaikkan titik didih
               Kb   = tetapan kenaikkan titik didih molal
               m    = kemolalan larutan
               g     = massa terlarut dalam gram
               p     = massa pelarut dalam gram
               Mr  = massa molekul relatif zat terlarut
Dimana, Kb = konstanta kenaikan titik didih molal, yaitu kenaikan titik didih larutan bila 1 mol zat dilarutkan dalam 1000 gram pelarut. Harga Kb tergantung pada sifat-sifat zat cair yang digunakan sebagai pelarut. Harga Kb untuk setiap zat cair berbeda-beda.
Contoh :
1. Tentukan massa glukosa yang harus dilarutkan ke dalam 200 gram air agar titik didih larutan 0,02 ºC lebih tinggi daripada titik didih air ! ( Mr = 180, Kb air = 0,52 ºC )
Jawab :










Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengamati pembuatan sirup manis.

  1. Diagram PT
§  Penurunan tekanan uap
Penurunan tekanan uap adalah fenomena di mana tekanan suatu larutan lebih kecil dibandingkan tekanan uap pelarut murninya. Perhitungan besarnya tekanan uap larutan dijabarkan oleh ahli kimia Prancis, Francois Raoult ( 1980 – 1901 ) . Ia menyatakan bahwa tekanan larutang bergantungpada jumlah pelarut di dalamnya. Ini dikenal sebagai Hukum Raoult
                              P larutan  = X pelarut P° pelarut
Larutan yang mematuhi Hukum Raoult sepenuhnya disebut larutan ideal. Pada kenyataannya, hanya larutan non-ideal yang kita temui. Oleh karena itu, penerapan Hukum Raoult merupakan suatu pendekatan selama larutan encer dan zat terlarutnya tidak mudah menguap. Perhatikan grafik berikut,  P larutan - X pelarut membentuk garis lurus untuk larutan yang mengikuti Hukum Raoult.

Penyimpangan Hukum Raoult untuk larutan non-ideal
Terjadinya penyimpangan disebabkan adanya ikatan antara partikel-partikel zat terlarut dengan pelarut.
·         Jika ikatan antar partikel zat terlarut dengan pelarut cukup kuat, sulit bagi partikel pelarut untuk melepaskan diri ke fase gas. Akibatnya, tekanan uap sebenarnya lebih kecil dari perkiraan oleh Hukum Raoult.
·         Sebaliknya, jika ikatan tersebut lemah, maka partikel pelarut mudah melepaskan diri ke fase gas. Dengan demikan, tekanan uap sebenarnya menjadi lebih besar dari yang diperkirakan.
Penyimpangan di atas menyebabkan grafik tidak membentuk garis lurus. Interaksi ini dapat diabaikan jika larutan dibuat encer sehingga jarak antara partikel zat trelarut dengan pelarut tidak terlalu dekat. Dengan demikian, partikel dapat bergerak bebas.
  • Titik didih 

Diagram fase P – T menggambarkan hubungan antara tekanan – suhu zat pada fase padat, cair dan gas. Perhatikan diagram P – T untuk air berikut. Diagram ini menunjukkan bahwa air pada kondisi satu fase, dua fase ataupun tiga fase.
Gambar diatas; Diagram P – T air. Diagram P – T sebenarnya adalah diagram P-V-T pada volum yang konstan.
Dari definisi titik didih, pelarut murni akan mendidih apabila tekanan uapnya sama dengan tekanan sekitar. Berdasarkan definisi tersebut, simak kurva kesetimbangan cair-gas untuk pelarut murni dan larutanya pada diagram P-T di bawah ini. Jika kita tarik horisontal di mana P uap = 1 atm, maka diperoleh titik potong pada kurva cair-gas untuk pelarut murni (BD) dan larutannya (B’D’). titik potong ini memberikan Tb pelarut yang lebih beasr dibandingkan ΔTb larutannya. Inilah yang dinamakan kenaikan titik didih.
                     Gambar, kenaikan titik didih larutan relatif terhadap pelarut murninya.
§   Titik Beku
Sewaktu air mulai membeku, kita dapat melihat kesetimbangan air berada dalam dua fase, yakni fase cair dan padat. Kondisi dua fase ini ditunjukkan oleh kurva kesetimbangan B-C. Karena kurva kesetimbangan cair-padat (B-C) dapat dikatakan vertikal, maka tekanan uap sewaktu air membeku bervariasi sepanjang B-C. Jadi, titikbeku air tidak bergantung pada tekanan di sekitarnya, tetapi pada tekanan uap pada padatnya. Jika kita menarik garis horizontal di mana P uap zat cair = 1 atm, maka diperoleh titik potongpad kurva B-C, yakni 0 ºC. Hal ini dapat dilihat dari posisi kurva larutan yang berada di bawah kurva pelarut murninya pada diagram P-T berikut.
Gambar, posisi kurva larutan dan kurva pelarut murninya untuk pelarut air pada diagram P-T.
Simak kuva kesetimbangan padat-cair untuk larutan pada diagram P-T dibawah. Jika kita tarik garis horizontal di mana P uap = 1 atm, maka diperoleh titik potong pada kurva padat-cair untuk pelarut murni (BC) dan larutannya (B’C’). Titik potong ini memberikan Tf larutan yang lebih rendah dari Tf pelarut.  
 
Gambar grafik penurunan titik beku larutan relatif terhadap pelarut murninya.
  1. Tekanan Osmosis (π)
               Osmosis adalah proses perpindahan pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi lebih rendah (encer) ke larutan yang konsentrasinya lebih tinggi (pekat) melalui membran semi permeable yang hanya dapat ditembus oleh molekul-molekul pelarut. Contoh membran semi permeable adalah dinding sel organisme hidup dan gelatin.
                                                       
               Dari gambar, corong yang bagian bawahnya ditutup dengan selaput semi
permeable berisi larutan gula yang agak pekat dimasukkan ke dalam bak yang berisi air. Setelah beberapa saat akan terlihat zat cair dalam corong naik perlahan dari ketinggian t1 sampai ketinggian t2. Pada ketinggian t2 tidak naik lagi. Ini berarti air dalam bak masuk ke dalam corong melalui membran semi permeable sampai desakan air dari dalam bak dan dari dalam corong telah mencapai suatu kesetimbangan.
               Dengan mengukur kenaikan permukaan larutan dalam corong, dapat diketahui berapa besar beban yang harus diletakkan diatas permukaan zat cair dalam corong agar peristiwa osmosis tidak terjadi. Analog dengan keterangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
 
Tekanan osmosis dapat berupa tekanan hidrostatis larutan atau tekana luar.
Peristiwa osmosis pada tabung U

               Pada peristiwa osmosis, pelarut bergerak dari dua arah yang berlawanan dengan kecepatan yang berbeda. Pelarut dengan konsentrasi rendah (larutan encer) akan berpindah ke konsentrasi tinggi (larutan pekat) dengan kecepatan yang lebih tinggi. Perpindahan pelarut dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi ini disebut proses osmosis.
               Akibat perpindahan pelarut tersebut, permukaan larutan pekat berangsur menjadi lebih tinggi. Aliran larutan pekat akan mencapai kesetimbangan ketika aliran pelarut dari larutan encer ke pekat dan sebaliknyatelah mencapai kecepatan yang sama. Pada kesetimbangan tersebut terjadi peredaran tinggi larutan encer dan larutan pekat. Perbedaan tinggi kedua larutan menyebabkan timbulnya perbedaan tekanan. Tekanan pada sisi larutan pekat lebih tinggi daripada tekanan pada larutan encer. Perbedaan tekanan tersebut disebut denagn tekanan osmotic yaitu tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan agar pelarut tidak berpindah dari larutan encer ke larutan pekat.
               Jika dua buah larutan yang memiliki tekanan osmosis sama dipisahkan oleh suatu membran semi permeable, larutan tersebut tidak akan mangalami peristiwa osmosis. Proses osmosis hanya terjadi pada dua buah larutan yang mempunyai tekanan osmotik, tekanan osmotiknya tidak selalu sama. Dua buah larutan yang mempunyai tekanan osmotik yang   sama disebut larutan isotonic, sedangkan larutan yang mempunyai tekanan osmotic lebih besar disebut larutan hipertonik, dan larutan yang memiliki tekanan osmotic rendah disebut larutan hipotonik.
               Tekanan osmosis merupakan sifat kologatif larutan, karena harganya tregantung pada konsentrasi larutan bukan pada jenis zat terlarut. Rumus umum untuk tekanan osmosis adalah sebagai berikut:
Л = MRT
untuk larutan elektrolit dapat digunakan ;
Л = i . MRT
Dengan :
                     Л = tekanan osmosis
                     M = konsentrasi larutan dalam molar
                     T = suhu larutan ( K )
                     R = tetapan gas ( 0,082 atm K -1 mol -1 )
Contoh :
            Л = MRT
               = 0,001 mol/L . 0,08205 atm K -1 mol -1  . 298 K
               = 0,024 atm
Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengamati peristiwa osmosis, misalnya ;
  • Tekanan osmosis mendorong air tanah naik ke bagian tanaman yang lebih tinggi melalui peristiwa osmosis.

  • Pada kertas, kulit dalam telur, dan dinding sel hidup merupakan contoh semi-permeabel

  • Pada larutan NaCl 0,9 % bersifat isotonik terhadap serum plasma darah dan digunakan dalam pemberian infus ke pasien. Sifat isotonik penting untuk menekan rasa tidak nyaman sewaktu infus dimasukkan ke dalam tubuh.
  • Dalam pembuatan ikan asin yang diawetkan, larutan garam menyebabkan air di dalam sel bakteri perusak makanan mengalir keluar secara osmosis, sehingga sel tersebut mati dan makanan bisa awet.


0 komentar:

Posting Komentar

Followers

Powered By Blogger
Kimia MAN Klaten @ 2016-DAVERANGGA. Diberdayakan oleh Blogger.